Penerapan Konsep Produksi Bersih
Usaha peternakan sapi perah, dengan skala lebih besar dari 20 ekor
dan relatif terlokalisasi akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan
(SK.Mentan. No.237/Kpts/RC410/ 1991 tentang batasan usaha peternakan
yang harus melakukan evaluasi lingkungan). Populasi sapi perah di
Indonesia terus meningkat dari 334.371 ekor pada tahun 1997 menjadi
368.490 ekor pada tahun 2001 dan limbah yang dihasilkan pun akan semakin
banyak (BPS, 2001). Satu ekor sapi dengan bobot badan 400–500 kg dapat
menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari. Limbah
peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu
kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas,
ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Ditambahkan oleh Soehadji (1992),
limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang
bersifat padat, cair dan gas.
Limbah padat merupakan semua limbah yang
berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang
mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua
limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau
urine, air pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua
limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Menurut Juheini
(1999), sebanyak 56,67 persen peternak sapi perah membuang limbah ke
badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan.
Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal
dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urine, sisa
pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991;
Prasetyo et al., 1993). Adanya pencemaran oleh limbah peternakan sapi
sering menimbulkan berbagai protes dari
kalangan masyarakat sekitarnya, terutama rasa gatal ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di samping bau yang sangat menyengat. Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Sebaliknya bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis. Upaya memadukan tanaman, ternak dan ikan di lahan per-tanian memiliki manfaat ekologis dan ekonomis.
kalangan masyarakat sekitarnya, terutama rasa gatal ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di samping bau yang sangat menyengat. Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Sebaliknya bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis. Upaya memadukan tanaman, ternak dan ikan di lahan per-tanian memiliki manfaat ekologis dan ekonomis.
Laju pertumbuhan produktivitas usaha pertanian merupakan interaksi di
antara berbagai faktor yang ada dalam sistem usahatani. Sebagai upaya
bagi peningkatan sistem usahatani diperlukan teknologi alternatif untuk
memperbaiki produkti-vitas lahan dan meningkatkan pendapatan petani,
antara lain melalui teknologi sistem usaha peternakan yang menerapkan
konsep produksi bersih. Bapedal (1998) menyatakan bahwa produksi bersih
merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif
dan terpadu yang perlu diterapkan terus menerus pada proses produksi dan
praproduksi, sehingga mengurangi risiko terhadap manusia dan
lingkungan. Produksi bersih tidak hanya menyangkut proses produksi,
tetapi juga menyangkut pengelolaan seluruh daur hidup produksi, yang
dimulai dari pengadaan bahan baku dan pendukung, proses dan operasi,
hasil produksi dan limbahnya sampai ke distribusi serta konsumsi.
Semua industri di seluruh dunia semakin menyadari keuntungan yang
dapat diperoleh dari produksi bersih dan mereka telah mengembangkan
program tersebut di perusahaannya. Strategi produksi bersih yang telah
diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam
mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa keuntungan
Bapedal (1998), antara lain a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih
efektif dan efisien; b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan
pencemar; c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media
yang lain; d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan; e). Mengurangi biaya penaatan hukum; f). Terhindar dari
biaya pembersihan lingkungan (clean up); g). Produk yang dihasilkan
dapat bersaing di pasar internasional; h). Pendekatan pengaturan yang
bersifat fleksibel dan sukarela. Kerangka Pikir Kerangka pikir disajikan
dalam Gambar 1. Berdasarkan kerangka pikir tersebut tampak bahwa salah
satu kegiatan yang dilakukan oleh CV. LHM, Solo dalam sistem usaha
peternakannya adalah penambahan probiotik starbio pada pakan sebelum
diberikan kepada sapi perah. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis
terhadap sistem tersebut, yaitu dengan melihat kualitas limbah usaha
peternakan sapi perah di CV. LHM, Solo.
Tahap-tahap sistem pengelolaan limbah pada CV. Lembah Hijau
Multifarm, Solo (Gambar 2), yaitu : (1) Penambahan starbio
(bioaktivator) pada pakan sapi, sehingga mikroorganisme yang ada dalam
starbio akan menguraikan protein, karbohidrat dan lemak yang ada dalam
pakan dengan sempurna, sehingga mudah diserap dan dicerna oleh ternak;
(2) Proses sedimentasi awal (Bak I), merupakan pengelolaan secara fisik.
Dengan proses ini diharapkan terjadi pemisahan antara limbah padat dan
limbah cair; (3) Limbah, kemudian dialirkan ke Bak II. Pada bak ini
limbah akan mengalami proses sedimentasi ke-2 yaitu proses sedimentasi
yang waktunya diperpanjang (Extended Aeration); (4) Selanjutnya limbah
ditampung pada Bak III. Bak ini ditanami dengan eceng gondok (Eichornia
crassipes) untuk membantu menguraikan limbah cair tersebut, sehingga
mengurangi zat-zat pencemar yang ada dalam limbah cair; dan (5) Akhirnya
limbah padat yang sudah mengendap diangkat ke atas pelataran dan
dibiarkan mengering. Selanjutnya diangkut ke tempat pengomposan untuk
diproses menjadi pupuk organik/kompos. Data sekunder berupa manajemen
usaha ternak, usaha budidaya padi sawah, budidaya ikan dan proses
penanganan limbah ternak, yang akan digunakan untuk melihat berapa besar
manfaat sistem usaha peternakan dengan pendekatan konsep produksi
bersih yang dilakukan. Data ini diperoleh dari CV, Lembah Hijau
Multifarm yang berlokasi di Desa Triyagan Kec, Mojolaban Kab. Sukoharjo,
Solo-Jawa Tengah
Proses Produksi dalam Usaha Peternakan Sapi Perah Proses produksi
dimulai dengan sistem usaha peternakan yang menerapkan konsep produksi
bersih dengan harapan agar kegiatan tersebut ramah lingkungan (Gambar
3). Bagan alir tersebut menunjukkan bahwa semua produk yang dihasilkan
oleh perusahaan seperti daging (sapi apkir), susu, feces, urine, sisa
pakan, pupuk organik, ikan, dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dapat
dimanfaatkan dengan baik untuk masing-masing cabang usahatani dan
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Limbah-limbah yang
dihasilkan, baik limbah padat maupun cair dapat dimanfaatkan kembali
melalui proses daur ulang. Limbah padat diproses menjadi pupuk organik
(Fine Compost) yang dimanfaatkan untuk tanaman di persawahan ataupun di
lahan kering, sehingga lahan, di samping hasil utama berupa padi dan
palawija, juga menghasilkan jerami yang dimanfaatkan sebagai pakan sapi.
Kolam ikan, di samping menghasilkan ikan, juga menghasilkan lumpur
kolam untuk bahan pembuatan kompos. Dengan demikian tidak ada limbah
yang terbuang langsung ke lingkungan.
Hasil tersebut, dikarenakan adanya sistem usahatani terpadu dengan
penerapan produksi bersih, penambahan suplemen starbio pada pakan,
sistem manajemen pengelolaan limbah mulai dari awal produksi, proses
produksi maupun di akhir produksi, penanaman eceng gondok (Eichornia
crassipes) pada bak pengelolaan akhir (III) cukup berperan dalam
meminimisasi beban pencemaran yang ada. Kemampuan tanaman eceng gondok
untuk menyerap senyawa kimia dalam air tidak terlepas dari aspek
fisiologis tumbuhan itu sendiri. Hasil analisis tersebut, juga sejalan
dengan penelitian Salundik (1998) yang menyatakan bahwa eceng gondok
dapat menurunkan beban pencemaran dalam limbah cair ternak. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pengelolaan limbah cair dengan sistem
sedimentasi yang diintegrasikan dengan usaha lainnya dan penggunaan
enceng gondok sebagai penyaring biologis cukup efektif dalam
meminimisasi beban pencemaran yang ditimbulkan oleh usaha peternakan
sapi perah.Keragaan analisis ekonomi dari masingmasing usahatani yang
dilakukan dalam sistem usahatani terpadu di CV. LHM tersaji dalam Tabel
3. Analisis ekonomi tersebut memberikan keuntungan yang cukup
signifikan, karena mempunyai B/C ratio yang lebih besar dari satu. B/C
Ratio terkecil diperoleh pada usaha budidaya padi sawah yang berarti
keuntungan yang diperoleh dari usaha ini relatif kecil, jika
dibandingkan dengan usaha lainnya. Tetapi hal ini dapat ditutupi dari
keuntungan yang diperoleh dari usaha lainnya, yang keuntungannya relatif
lebih besar. Sedangkan B/C ratio terbesar diperoleh pada usaha
pembuatan starbio yang berarti keuntungan yang diperoleh dari usaha ini
relatif besar, jika dibandingkan dengan usaha lainnya, ini dapat
digunakan untuk menambah keuntungan usaha lainnya yang relatif kecil.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sudaryanto dan Jamal (2000) yang
menyebutkan bahwa penggunaan sumberdaya pertanian yang optimum lebih
mudah dicapai melalui diversifikasi cabang-cabang usahatani yang
dilaksanakan secara terpadu.
Sumber Pustaka
http://onlinebuku.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar