Peternakan Sapi Perah

Welcome to Peternakan Sapi Perah

Rabu, 05 September 2012

Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah


 Penerapan Konsep Produksi Bersih


Usaha peternakan sapi perah, dengan skala lebih besar dari 20 ekor dan relatif terlokalisasi akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan (SK.Mentan. No.237/Kpts/RC410/ 1991 tentang batasan usaha peternakan yang harus melakukan evaluasi lingkungan). Populasi sapi perah di Indonesia terus meningkat dari 334.371 ekor pada tahun 1997 menjadi 368.490 ekor pada tahun 2001 dan limbah yang dihasilkan pun akan semakin banyak (BPS, 2001). Satu ekor sapi dengan bobot badan 400–500 kg dapat menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari. Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Ditambahkan oleh Soehadji (1992), limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas.
Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Menurut Juheini (1999), sebanyak 56,67 persen peternak sapi perah membuang limbah ke badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan.
Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urine, sisa pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991; Prasetyo et al., 1993). Adanya pencemaran oleh limbah peternakan sapi sering menimbulkan berbagai protes dari
kalangan masyarakat sekitarnya, terutama rasa gatal ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di samping bau yang sangat menyengat. Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Sebaliknya bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis. Upaya memadukan tanaman, ternak dan ikan di lahan per-tanian memiliki manfaat ekologis dan ekonomis.
Laju pertumbuhan produktivitas usaha pertanian merupakan interaksi di antara berbagai faktor yang ada dalam sistem usahatani. Sebagai upaya bagi peningkatan sistem usahatani diperlukan teknologi alternatif untuk memperbaiki produkti-vitas lahan dan meningkatkan pendapatan petani, antara lain melalui teknologi sistem usaha peternakan yang menerapkan konsep produksi bersih. Bapedal (1998) menyatakan bahwa produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan terus menerus pada proses produksi dan praproduksi, sehingga mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Produksi bersih tidak hanya menyangkut proses produksi, tetapi juga menyangkut pengelolaan seluruh daur hidup produksi, yang dimulai dari pengadaan bahan baku dan pendukung, proses dan operasi, hasil produksi dan limbahnya sampai ke distribusi serta konsumsi.
Semua industri di seluruh dunia semakin menyadari keuntungan yang dapat diperoleh dari produksi bersih dan mereka telah mengembangkan program tersebut di perusahaannya. Strategi produksi bersih yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa keuntungan Bapedal (1998), antara lain a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien; b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar; c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain; d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan; e). Mengurangi biaya penaatan hukum; f). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up); g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional; h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela. Kerangka Pikir Kerangka pikir disajikan dalam Gambar 1. Berdasarkan kerangka pikir tersebut tampak bahwa salah satu kegiatan yang dilakukan oleh CV. LHM, Solo dalam sistem usaha peternakannya adalah penambahan probiotik starbio pada pakan sebelum diberikan kepada sapi perah. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis terhadap sistem tersebut, yaitu dengan melihat kualitas limbah usaha peternakan sapi perah di CV. LHM, Solo.
Tahap-tahap sistem pengelolaan limbah pada CV. Lembah Hijau Multifarm, Solo (Gambar 2), yaitu : (1) Penambahan starbio (bioaktivator) pada pakan sapi, sehingga mikroorganisme yang ada dalam starbio akan menguraikan protein, karbohidrat dan lemak yang ada dalam pakan dengan sempurna, sehingga mudah diserap dan dicerna oleh ternak; (2) Proses sedimentasi awal (Bak I), merupakan pengelolaan secara fisik. Dengan proses ini diharapkan terjadi pemisahan antara limbah padat dan limbah cair; (3) Limbah, kemudian dialirkan ke Bak II. Pada bak ini limbah akan mengalami proses sedimentasi ke-2 yaitu proses sedimentasi yang waktunya diperpanjang (Extended Aeration); (4) Selanjutnya limbah ditampung pada Bak III. Bak ini ditanami dengan eceng gondok (Eichornia crassipes) untuk membantu menguraikan limbah cair tersebut, sehingga mengurangi zat-zat pencemar yang ada dalam limbah cair; dan (5) Akhirnya limbah padat yang sudah mengendap diangkat ke atas pelataran dan dibiarkan mengering. Selanjutnya diangkut ke tempat pengomposan untuk diproses menjadi pupuk organik/kompos. Data sekunder berupa manajemen usaha ternak, usaha budidaya padi sawah, budidaya ikan dan proses penanganan limbah ternak, yang akan digunakan untuk melihat berapa besar manfaat sistem usaha peternakan dengan pendekatan konsep produksi bersih yang dilakukan. Data ini diperoleh dari CV, Lembah Hijau Multifarm yang berlokasi di Desa Triyagan Kec, Mojolaban Kab. Sukoharjo, Solo-Jawa Tengah
Proses Produksi dalam Usaha Peternakan Sapi Perah Proses produksi dimulai dengan sistem usaha peternakan yang menerapkan konsep produksi bersih dengan harapan agar kegiatan tersebut ramah lingkungan (Gambar 3). Bagan alir tersebut menunjukkan bahwa semua produk yang dihasilkan oleh perusahaan seperti daging (sapi apkir), susu, feces, urine, sisa pakan, pupuk organik, ikan, dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dapat dimanfaatkan dengan baik untuk masing-masing cabang usahatani dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Limbah-limbah yang dihasilkan, baik limbah padat maupun cair dapat dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang. Limbah padat diproses menjadi pupuk organik (Fine Compost) yang dimanfaatkan untuk tanaman di persawahan ataupun di lahan kering, sehingga lahan, di samping hasil utama berupa padi dan palawija, juga menghasilkan jerami yang dimanfaatkan sebagai pakan sapi. Kolam ikan, di samping menghasilkan ikan, juga menghasilkan lumpur kolam untuk bahan pembuatan kompos. Dengan demikian tidak ada limbah yang terbuang langsung ke lingkungan.
Hasil tersebut, dikarenakan adanya sistem usahatani terpadu dengan penerapan produksi bersih, penambahan suplemen starbio pada pakan, sistem manajemen pengelolaan limbah mulai dari awal produksi, proses produksi maupun di akhir produksi, penanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) pada bak pengelolaan akhir (III) cukup berperan dalam meminimisasi beban pencemaran yang ada. Kemampuan tanaman eceng gondok untuk menyerap senyawa kimia dalam air tidak terlepas dari aspek fisiologis tumbuhan itu sendiri. Hasil analisis tersebut, juga sejalan dengan penelitian Salundik (1998) yang menyatakan bahwa eceng gondok dapat menurunkan beban pencemaran dalam limbah cair ternak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengelolaan limbah cair dengan sistem sedimentasi yang diintegrasikan dengan usaha lainnya dan penggunaan enceng gondok sebagai penyaring biologis cukup efektif dalam meminimisasi beban pencemaran yang ditimbulkan oleh usaha peternakan sapi perah.Keragaan analisis ekonomi dari masingmasing usahatani yang dilakukan dalam sistem usahatani terpadu di CV. LHM tersaji dalam Tabel 3. Analisis ekonomi tersebut memberikan keuntungan yang cukup signifikan, karena mempunyai B/C ratio yang lebih besar dari satu. B/C Ratio terkecil diperoleh pada usaha budidaya padi sawah yang berarti keuntungan yang diperoleh dari usaha ini relatif kecil, jika dibandingkan dengan usaha lainnya. Tetapi hal ini dapat ditutupi dari keuntungan yang diperoleh dari usaha lainnya, yang keuntungannya relatif lebih besar. Sedangkan B/C ratio terbesar diperoleh pada usaha pembuatan starbio yang berarti keuntungan yang diperoleh dari usaha ini relatif besar, jika dibandingkan dengan usaha lainnya, ini dapat digunakan untuk menambah keuntungan usaha lainnya yang relatif kecil. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sudaryanto dan Jamal (2000) yang menyebutkan bahwa penggunaan sumberdaya pertanian yang optimum lebih mudah dicapai melalui diversifikasi cabang-cabang usahatani yang dilaksanakan secara terpadu.

Sumber Pustaka
http://onlinebuku.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar