Peternakan Sapi Perah

Welcome to Peternakan Sapi Perah

Kamis, 06 September 2012

Yuk Bisnis Ternak Sapi, Ada Tiga 'Emas' Menanti Anda

PELUANG BISNIS

 

Jakarta - Peluang bisnis peternakan sapi perah dan potong sejatinya sangat potensial di pasar dalam negeri. Kenyataannya saat ini Indonesia kekurangan daging dan susu sapi sehingga harus impor besar-besaran setiap tahun.

Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI bidang pertanian, Herman Khaeron mengungkapkan beternak sapi sangat menguntungkan. Ia menjelaskan ada tiga 'emas' yang bisa diperoleh. Pertama, emas putih dari susunya. Kedua, emas merah dari dagingnya dan yang ketiga adalah emas hijau dari kotorannya dimanfaatkan menjadi pupuk kandang.

"Ini adalah peluang besar tentunya untuk dikembangkan. Susu itu bisa diproduksi setiap hari. Seekor sapi menghasilkan susu dua kali sehari. Dan hasilnya bisa 20 liter per ekor dalam sehari," kata Herman dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/5/2012)

Ia menghitung, seseorang bisa mendapatkan keuntungan ratusan ribu rupiah per hari dengan memelihara dua ekor sapi perah yang menghasilkan 40 liter susu. Dengan harga Rp 3.500 per liter, maka pendapatan Rp 140.000 sudah di tangan.

"Tentunya ini income yang bisa memberikan setiap hari kepada peternak," katanya.

Ia menyayangkan saat ini produksi susu belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Untuk mengatasi permintaan pasar, Indonesia harus mengimpor susu dari Australia, Amerika Serikat dan Selandia Baru.

"Kebutuhan nasional itu kan 3,5 juta liter per tahun. Kita baru bisa memproduksi 1 juta," katanya.

Menurutnya minimnya produksi susu merupakan kekurangan sekaligus peluang untuk bisa dikembangkan. Peternak sapi perah perlu diberdayakan untuk meningkatkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri.

Herman menyatakan saat ini, populasi sapi perah di Indonesia hanya sekitar 600.000 ekor. Ke depan kata dia, jumlah populasi ini harus terus bertambah dan dilakukan regenerasi sapi perah.

Rabu, 05 September 2012

Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah


 Penerapan Konsep Produksi Bersih


Usaha peternakan sapi perah, dengan skala lebih besar dari 20 ekor dan relatif terlokalisasi akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan (SK.Mentan. No.237/Kpts/RC410/ 1991 tentang batasan usaha peternakan yang harus melakukan evaluasi lingkungan). Populasi sapi perah di Indonesia terus meningkat dari 334.371 ekor pada tahun 1997 menjadi 368.490 ekor pada tahun 2001 dan limbah yang dihasilkan pun akan semakin banyak (BPS, 2001). Satu ekor sapi dengan bobot badan 400–500 kg dapat menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari. Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Ditambahkan oleh Soehadji (1992), limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas.
Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Menurut Juheini (1999), sebanyak 56,67 persen peternak sapi perah membuang limbah ke badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan.
Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urine, sisa pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991; Prasetyo et al., 1993). Adanya pencemaran oleh limbah peternakan sapi sering menimbulkan berbagai protes dari
kalangan masyarakat sekitarnya, terutama rasa gatal ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di samping bau yang sangat menyengat. Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Sebaliknya bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis. Upaya memadukan tanaman, ternak dan ikan di lahan per-tanian memiliki manfaat ekologis dan ekonomis.
Laju pertumbuhan produktivitas usaha pertanian merupakan interaksi di antara berbagai faktor yang ada dalam sistem usahatani. Sebagai upaya bagi peningkatan sistem usahatani diperlukan teknologi alternatif untuk memperbaiki produkti-vitas lahan dan meningkatkan pendapatan petani, antara lain melalui teknologi sistem usaha peternakan yang menerapkan konsep produksi bersih. Bapedal (1998) menyatakan bahwa produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan terus menerus pada proses produksi dan praproduksi, sehingga mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Produksi bersih tidak hanya menyangkut proses produksi, tetapi juga menyangkut pengelolaan seluruh daur hidup produksi, yang dimulai dari pengadaan bahan baku dan pendukung, proses dan operasi, hasil produksi dan limbahnya sampai ke distribusi serta konsumsi.
Semua industri di seluruh dunia semakin menyadari keuntungan yang dapat diperoleh dari produksi bersih dan mereka telah mengembangkan program tersebut di perusahaannya. Strategi produksi bersih yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa keuntungan Bapedal (1998), antara lain a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien; b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar; c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain; d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan; e). Mengurangi biaya penaatan hukum; f). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up); g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional; h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela. Kerangka Pikir Kerangka pikir disajikan dalam Gambar 1. Berdasarkan kerangka pikir tersebut tampak bahwa salah satu kegiatan yang dilakukan oleh CV. LHM, Solo dalam sistem usaha peternakannya adalah penambahan probiotik starbio pada pakan sebelum diberikan kepada sapi perah. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis terhadap sistem tersebut, yaitu dengan melihat kualitas limbah usaha peternakan sapi perah di CV. LHM, Solo.
Tahap-tahap sistem pengelolaan limbah pada CV. Lembah Hijau Multifarm, Solo (Gambar 2), yaitu : (1) Penambahan starbio (bioaktivator) pada pakan sapi, sehingga mikroorganisme yang ada dalam starbio akan menguraikan protein, karbohidrat dan lemak yang ada dalam pakan dengan sempurna, sehingga mudah diserap dan dicerna oleh ternak; (2) Proses sedimentasi awal (Bak I), merupakan pengelolaan secara fisik. Dengan proses ini diharapkan terjadi pemisahan antara limbah padat dan limbah cair; (3) Limbah, kemudian dialirkan ke Bak II. Pada bak ini limbah akan mengalami proses sedimentasi ke-2 yaitu proses sedimentasi yang waktunya diperpanjang (Extended Aeration); (4) Selanjutnya limbah ditampung pada Bak III. Bak ini ditanami dengan eceng gondok (Eichornia crassipes) untuk membantu menguraikan limbah cair tersebut, sehingga mengurangi zat-zat pencemar yang ada dalam limbah cair; dan (5) Akhirnya limbah padat yang sudah mengendap diangkat ke atas pelataran dan dibiarkan mengering. Selanjutnya diangkut ke tempat pengomposan untuk diproses menjadi pupuk organik/kompos. Data sekunder berupa manajemen usaha ternak, usaha budidaya padi sawah, budidaya ikan dan proses penanganan limbah ternak, yang akan digunakan untuk melihat berapa besar manfaat sistem usaha peternakan dengan pendekatan konsep produksi bersih yang dilakukan. Data ini diperoleh dari CV, Lembah Hijau Multifarm yang berlokasi di Desa Triyagan Kec, Mojolaban Kab. Sukoharjo, Solo-Jawa Tengah
Proses Produksi dalam Usaha Peternakan Sapi Perah Proses produksi dimulai dengan sistem usaha peternakan yang menerapkan konsep produksi bersih dengan harapan agar kegiatan tersebut ramah lingkungan (Gambar 3). Bagan alir tersebut menunjukkan bahwa semua produk yang dihasilkan oleh perusahaan seperti daging (sapi apkir), susu, feces, urine, sisa pakan, pupuk organik, ikan, dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dapat dimanfaatkan dengan baik untuk masing-masing cabang usahatani dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Limbah-limbah yang dihasilkan, baik limbah padat maupun cair dapat dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang. Limbah padat diproses menjadi pupuk organik (Fine Compost) yang dimanfaatkan untuk tanaman di persawahan ataupun di lahan kering, sehingga lahan, di samping hasil utama berupa padi dan palawija, juga menghasilkan jerami yang dimanfaatkan sebagai pakan sapi. Kolam ikan, di samping menghasilkan ikan, juga menghasilkan lumpur kolam untuk bahan pembuatan kompos. Dengan demikian tidak ada limbah yang terbuang langsung ke lingkungan.
Hasil tersebut, dikarenakan adanya sistem usahatani terpadu dengan penerapan produksi bersih, penambahan suplemen starbio pada pakan, sistem manajemen pengelolaan limbah mulai dari awal produksi, proses produksi maupun di akhir produksi, penanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) pada bak pengelolaan akhir (III) cukup berperan dalam meminimisasi beban pencemaran yang ada. Kemampuan tanaman eceng gondok untuk menyerap senyawa kimia dalam air tidak terlepas dari aspek fisiologis tumbuhan itu sendiri. Hasil analisis tersebut, juga sejalan dengan penelitian Salundik (1998) yang menyatakan bahwa eceng gondok dapat menurunkan beban pencemaran dalam limbah cair ternak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengelolaan limbah cair dengan sistem sedimentasi yang diintegrasikan dengan usaha lainnya dan penggunaan enceng gondok sebagai penyaring biologis cukup efektif dalam meminimisasi beban pencemaran yang ditimbulkan oleh usaha peternakan sapi perah.Keragaan analisis ekonomi dari masingmasing usahatani yang dilakukan dalam sistem usahatani terpadu di CV. LHM tersaji dalam Tabel 3. Analisis ekonomi tersebut memberikan keuntungan yang cukup signifikan, karena mempunyai B/C ratio yang lebih besar dari satu. B/C Ratio terkecil diperoleh pada usaha budidaya padi sawah yang berarti keuntungan yang diperoleh dari usaha ini relatif kecil, jika dibandingkan dengan usaha lainnya. Tetapi hal ini dapat ditutupi dari keuntungan yang diperoleh dari usaha lainnya, yang keuntungannya relatif lebih besar. Sedangkan B/C ratio terbesar diperoleh pada usaha pembuatan starbio yang berarti keuntungan yang diperoleh dari usaha ini relatif besar, jika dibandingkan dengan usaha lainnya, ini dapat digunakan untuk menambah keuntungan usaha lainnya yang relatif kecil. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sudaryanto dan Jamal (2000) yang menyebutkan bahwa penggunaan sumberdaya pertanian yang optimum lebih mudah dicapai melalui diversifikasi cabang-cabang usahatani yang dilaksanakan secara terpadu.

Sumber Pustaka
http://onlinebuku.com

Prospek Industri Sapi Perah

Analisis Strategis 

(Analisis SWOT, Analisis Resiko dan Ketidakpastian)


Analisis strategis dilakukan untuk mengetahui strategi yang dipakai oleh praktisi usaha peternakan sapi perah ini. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengidentifikasi kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities) dan ancaman (Threat) yang dapat terjadi dalam usaha peternakan sapi perah tersebut. Faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai kekuatan dalam usaha peternakan sapi perah ini diantaranya adalah sebagai berikut.
  1. Adanya koperasi susu (KUD) yang memberikan pelayanan pengadaan modal, konsentrat, IB, kesehatan dan menyalurkan susu ke Industri Pengolahan Susu (IPS).
  2. Adanya IPS yang menampung produksi susu dari peternakan.
  3. Memiliki tenaga ahli di bidang peternakan.
  4. Pemanfaatan teknologi IB sudah meluas yang mengurangi biaya produksi dan meningkatkan laju reproduksi.
  5. Adanya balai-balai IB yang menyediakan bibit pejantan, memproduksi semen dan mendistribusikannya.
  6. Adanya petugas IB yang memberikan pelayanan IB dan kesehatan.
  7. Adanya kelompok-kelompok peternak sapi perah sebagai wadah peternak-peternak kecil yang mengkoordinasi dan menampung semua permasalahan yang berkaitan dengan peternakan.
  8. Pelatihan dan penyuluhan tentang sapi perah oleh petugas penyuluh pertanian dan petugas koperasi susu atau KUD untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peternak.
  9. Pelatihan dan pengembangan ketrampilan bagi karyawan perusahaan susu.
Faktor- faktor yang dapat menjadi kelemahan dalam usaha peternakan sapi perah ini diantaranya adalah sebagai berikut.
  1. Produktivitas sapi perah masih rendah.
  2. Kebijakan pemuliaan sapi perah yang tidak terarah karena sistem pencatatan yang kurang bagus, sehingga peningkatan mutu genetik lamban.
  3. Pengadaan bibit pejantan IB dan bahan baku konsentrat masih impor.
  4. Penggunaan bahan baku konsentrat masih bersaing dengan manusia.
  5. Keterbatasan lahan budidaya hijauan makanan ternak.
  6. Biaya produksi yang cukup tinggi.
  7. Pendidikan dan ketrampilan peternak yang masih rendah.
  8. Sistem pencatatan produksi dan reproduksi yang buruk pada peternakan rakyat.
  9. Adanya kasus pemalsuan susu.
Setelah merumuskan kekuatan dan kelemahan perusahaan, maka dilakukan analisis lingkungan eksternal untuk mengetahui peluang dan ancaman yang akan dihadapi perusahaan. Peluang (Opportunities) yang mungkin akan dihadapi dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah diantaranya adalah sebagai berikut.
  1. Permintaan susu dalam negeri belum terpenuhi.
  2. Hubungan yang baik antara peternak, Koperasi Susu atau KUD dengan IPS.
  3. Jalur distribusi produk yang sudah jelas.
  4. Berkembangnya diversifikasi produk olahan susu sehingga memperluas pangsa pasar produk susu.
  5. Konsumsi susu sapi yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan susu dari ternak yang lainnya.
  6. Meningkatnya konsumsi susu terutama akibat tuntutan selera yang menginginkan aneka produk.
  7. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat.
  8. Peningkatan pengetahuan terutama ilmu gizi dan taraf hidup masyarakat.
  9. Tersedianya tenaga kerja.
  10. Adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung pelaksanaan usaha peternakan sapi perah.
  11. Berkembangnya pasar swalayan, restoran dan lain-lain, yang dapat mendukung sistem distribusi produk.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat menjadi ancaman bagi usaha peternakan sapi perah ini diantaranya adalah sebagai berikut.
  1. Krisis ekonomi yang menyebabkan harga bahan baku konsentrat naik.
  2. Melemahnya rupiah terhadap dollar.
  3. Kebijakan pemerintah yang menghambat kinerja perusahaan.
  4. Tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi.
Langkah selanjutnya, untuk merumuskan strategi adalah mengkombinasikan analisis faktor internal dan eksternal yang ada sebagaimana disajikan dalam bentuk matriks pada tAnalisis SWOT merupakan kombinasi strategis yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

Berdasarkan analisis SWOT, maka strategi-strategi yang dapat dilakukan dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah diantaranya adalah seperti yang dipaparkan di bawah ini.

Strategi S -O
  1. Meningkatkan pemanfaatan teknologi IB untuk meningkatkan laju reproduksi.
  2. Mengembangkan skala usaha untuk meningkatkan produksi.
  3. Memanfaatkan kelompok-kelompok peternak, koperasi susu atau KUD, balai IB dan IPS sesuai dengan fungsinya.
  4. Meningkatkan kerjasama antara peternak, koperasi susu atau KUD, balai IB dan IPS.
  5. Mengurangi ketergantungan impor bahan baku konsentrat dengan memanfaatkan bahan baku lokal terutama by product pertanian dan limbah industri misalnya ampas tahu dan ampas tempe.
Strategi W – O
  1. Meningkatkan produktivitas sapi perah dengan memperbaiki mutu genetik dan manajemen beternak.
  2. Mengurangi ketergantungan impor bahan baku konsentrat dengan memanfaatkan bahan baku lokal terutama by product pertanian dan limbah industri misalnya ampas tahu dan ampas tempe.
  3. Memperbaiki budidaya hijauan makanan ternak, mengusahakan lahan untuk budidaya dan memperbaiki teknologi pengawetannya.
  4. Membuat dan melaksanakan kebijakan pemuliaan yang sesuai terutama memperbaiki sistem pencatatan dan memanfaatkannya.
Strategi S -T
  1. Mengoptimalkan pelayanan KUD terutama dalam pengadaan konsentrat dengan pemanfaatan bahan baku pakan lokal untuk mengurangi ketergantungan impor.
  2. Pendayagunaan tenaga ahli peternakan untuk misalnya untuk memformulasikan konsentrat dengan menggunakan bahan baku lokal.
  3. Untuk mengatasi masalah bunga pinjaman yang tinggi dengan memperbaiki dan mempertahankan hubungan kerjasama antara pihak investor dan lembaga-lembaga perbankan dengan KUD, IPS dan peternak agar diperoleh modal dengan skim kredit yang sesuai dengan usaha peternakan.
Strategi W -T
  1. Mengurangi ketergantungan impor bahan baku konsentrat dengan memanfaatkan bahan baku lokal terutama by product pertanian dan limbah industri misalnya ampas tahu dan ampas tempe.
  2. Membuat dan melaksanakan kebijakan pemuliaan yang sesuai terutama memperbaiki sistem pencatatan dan memanfaatkannya.

sumber: http://binaukm.com